Danah Zohar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaiu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Setiap orang yang memiliki spiritual quotion akan lebih mampu memaknai pekerjaannya sebagai pengabdiannya terhadap kepada Tuhan dan demi kepentingan umat manusia yang dicintainya. Ia berpikir secara integralistik dengan memahami kondisi tempat ia bekerja, situasi ekonomi, dan masalah atasannya dalam satu kesatuan yang integral. Ia menjadi seorang raja atas jiwanya sendiri yang bebas dan merdeka. Sebuah penggabungan atau sinergi antara rasionalitas dunia (EQ dan IQ) dan kepentingan spiritual (SQ). Hasilnya adalah kebahagiaan dan kedamaian pada jiwanya, sekaligus etos kerja yang tinggi tak terbatas. Ia menjadi aset yang sangat penting dan berharga di tempat ia bekerja serta menjadi “rahmatan lil ‘alamin” bagi sekitarnya.
Melatih kebiasaan kognitif umumnya lebih
mudah dibandingkan melatih kecerdasan emosi. Melatih orang untuk mengoperasikan
komputer, menghitung, menghafal daftar, dan sederetan angka adalah beberapa
contoh kebiasaan kognitif yang berasal dari otak kiri. Tetapi pelatihan yang
membuat orang menjadi konsisten; memliki komitmen; berintegrtas tinggi;
berpikiran terbuka, bersikap jujur; memiliki prinsip; mempunyai visi; memiliki
kepercayaan diri; bersikap adil; bijaksana; atau kreatif, adalah contoh
kecerdasan emosi yang seharusnya juga dilatih dan dibentuk, tidak cukup hanya
berupa pelatihan kognitif seperti yang diperoleh selama ini.
Pandangan Stephen R Covey dalam
bukunya tentang penciptaan karakter, “Taburlah gagasan, petiklah perbuatan,
taburlah perbuatan petiklah kebiasaan, taburlah kebiasaan, petiklah karakter,
taburlah karakter, petiklah nasib.” Artinya, untuk membangun karakter tidak
cukup dengan hanya membaca buku atau mengikuti pelatihan penuh selama satu
pekan saja, namun dibutuhkan sebuah mekanisme pelatihan yang terarah dan tiada
henti secara berkesinambungan.
B.
Langkah Pembangunan The ESQ Way
Albert Einstein mengatakan, “Masalah besar yang kita
hadapi tidak dapat dipecahkan dengan tingkat pemikiran yang sama ketika masalah
itu terjadi.” ESQ model yang akan dibahas adalah tingkat pemikiran baru (the new level of thinking) untuk menjawab problematika pelik dalam
hal pembangunan kecerdasan emosi dan spiritual. Konsep ESQ Model disini
diyakini mampu melahirkan manusia unggul, namun hal ini bukanlah program
pelatihan kilat. Hal tersebut tidak bisa terjadi tanpa suatu proses yang
berkelanjutan dan komitmen yang kuat pada diri. ESQ Model akan senantiasa
berpusat pada kebenaran hakiki yang bersifat universal dan abadi.
Bagian satu (Zero mind process),
berusaha mengungkap belenggu-belenggu hati dan mencoba mengidentifikasi
belenggu tersebut, sehingga dapat dikenali apakah paradigma tersebut telah
menutup suara hati. Hasil akhir yang diharapkan pada bagian satu adalah lahirnya
alam bawah sadar yang jernih dan suci, atau suara hati yang terletak pada God
spot, yaitu kembali pada hati yang bersifat merdeka serta bebas dari
belenggu.
Bagian dua (Mental Building), dijabarkan
tentang cara membangun kecerdasan emosi secara sistematis melalui 6 prinsip
berdasarkan rukun iman (star principle, angle principle, leaderhip
principle, learning principle, vision principle, dan well organized
principle). Pada bagian ini akan
tercipta format EQ berdasarkan kesadaran spiritual, serta sesuai dengan suara
hati terdalam dari dalam diri manusia (self conscience). Di
sinilah karakter manusia yang memiliki tingkat kecerdasan emosi dan spiritual
(ESQ).
Bagian tiga, (personal
strength) adalah 5 langkah fisik yang dilakukan secara berurutan dan
sistematis berdasarkan 5 Rukun Islam. Pada intinya, bagian ini merupakan
langkah yang dimulai dari penetapan misi atau (1) mission statement, dilanjutkan
dengan pembentukan karakter secara kontinyu dan intensif atau (2) character
building, dan pelatihan pengendalian diri atau (3) self control. Ketiga
langkah ini akan menghasilkan apa yang disebut ketangguhan pribadi (personal
strength).
Bagian empat, (social strength)
akan menguraikan tentang pelatihan untuk mengeluarkan potensi spiritual menjadi
langkah nyata, dan melakukan aliansi atau sinergi. Ini adalah perwujudan
tanggung jawab sosial seorang individu yang telah memiliki ketangguhan pribadi.
Pelatihan yang diberikan, dinamakan Langkah Sinergi atau strategic
collaboration (4) dan diakhiri dengan Langkah Aplikasi Total atau Total action (5). Pada tahap ini, akan terbentuk ketangguhan sosial (social strength), sublimasi semua prinsip dan langkah yang
dibahas disini yaitu Langkah Aplikasi Total atau Total action.
Sumber: Buku The ESQ Way
Sumber: Buku The ESQ Way
Tidak ada komentar:
Posting Komentar